RUU JOGJAKARTA
Istana: Jangan Terlalu Cepat Merespons SBY
Senin, 29 November 2010 , 11:31:00 WIB
RMOL. Pihak Istana Negara menyesalkan polemik di tengah masyarakat yang timbul menyusul pernyataan Presiden Yudhoyono terkait keistimewaan Jogjakarta. Presiden SBY menegaskan, tidak mungkin Indonesia menerapkan sistem monarki, karena akan bertabrakan baik dengan konsitusi maupun nilai demokrasi.
Staf Khusus Presiden bidang Informasi dan Komunikasi, Heru Lelono, menyampaikan, publik terlalu cepat memberikan tanggapan atas pernyataan Presiden. Padahal, apa yang disampaikan SBY adalah konsep yang dibicarakan pemerintah yang menampung semua masukan-masukan yang ada termasuk tentang keistimewaan Jogjakarta.
Dalam penyusunan RUU tentang Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), kata Heru, pemerintah berupaya mempertemukan kerangka sistem nasional sesuai konstitusi dengan keistimewaan Yogyakarta yang harus dihormati.
"Ada yang bilang Presiden tidak tahu tata negara dan Presiden tidak tahu sejarah. Apakah mereka yang mengatakan itu sudah buka UU? Keistimewaan Jogja ini kan diminta Presiden kepada Mendagri untuk membahas bersama DPR. Apakah sudah ada keputusan? Pengamat terlalu cepat memberikan pernyataan," ujar Heru kepada Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Senin, 29/11).
Apa yang dikatakan Presiden, lanjutnya, adalah konsep yang menampung semua masukan yang ada tentang keistimewaan Jogja.
"Bagaimana sekarang semua terwadahi, UUD terwadahi, keistimewaan juga terwadahi dan SBY meminta Mendagri membicarakan secara detail, asal jangan melanggar peraturan di atasnya yaitu UUD," tegas Heru.
Pihak Presiden menghargai semua pendapat yang menyusul. "Tapi, ini belum UU, kalau boleh kami sarankan pada para pengamat dan pada siapapun, ini baru pemikiran pemerintah jadi jangan terlalu cepat direspons," ucapnya.
Heru menegaskan, tidak perlu ada klarifikasi dari Presiden atas pernyataannya yang dianggap kontroversial itu, dan bahkan sempat ditanggapi Sultan Hamengkubowono X dengan kesediaan mundur dari jabatan Gubernur DIY bila dianggap menghambat penataan DI Jogjakarta sistem pemeritahan nasional.
"Silakan Pak Sultan berpendapat, ini negara demokrasi," ungkap Heru.
Masih menurutnya, yang paling berkompeten untuk menjelaskan rancangan keistimewaan Jogja adalah Mendagri Gamawan Fauzi.
"Mendagri itu yang paling tahu soal ketatanegaraan. Dia saya kira sudah cukup komunikatif," pungkas Heru.
http://www.rakyatmerdeka.co.id/news.php?id=10686
UP-DATE
Rabu, 1 Desember 2010
SBY Jelaskan RUU Keistimewaan Yogya
JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan memberikan penjelasan menyeluruh kepada seluruh masyarakat Indonesia mengenai latar belakang serta maksud dan tujuan keberadaan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (RUUK DIY). Penjelasan dari Presiden diharapkan bisa memberikan pemahaman yang komprehensif kepada masyarakat, termasuk masyarakat Yogyakarta.
Penjelasan sesuai rencana disampaikan melalui pers pada Kamis (2/12/2010) di Kantor Presiden, Kompleks Istana, Jakarta. Demikian disampaikan Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi kepada Kompas saat dihubungi di Jakarta, Selasa (30/11/2010) malam. "Penjelasan dari Presiden diharapkan bisa memberikan pemahaman yang komprehensif kepada masyarakat, termasuk masyarakat Yogyakarta," tandas Sudi.
Ditanya pokok-pokok apa yang akan disampaikan Presiden, Sudi menjawab, "Pokoknya, menyeluruh dan komprehensif sehingga bisa menjelaskan seluruhnya dan tidak sepotong-potong diterimanya". Sebelumnya, Presiden Yudhoyono menjelaskan mengenai sistem monarki dan prospek demokrasi saat rapat terbatas, Jumat pekan lalu.
http://nasional.kompas.com/read/2010...timewaan.Yogya.
Ketua MK:
Polemik Daerah Istimewa, dua-duanya mempunyai pandangan konstitusional yang harus dihormati. Jangan Ada Referendum di Yogya karena tak ada dasar konstitusionalnya'
Selasa, 30 November 2010 | 19:58 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Polemik silang pendapat antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Sri Sultan Hamengku Buwono X yang menyoal keistimewaan Yogyakarta diharapkan jangan sampai titik referendum. Sebab, hal tersebut dianggap inkonstitusional.
"Jangan terlalu jauh untuk referendum. Malah tidak ada dasar konstitusionalnya kalau referendum," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD saat ditemui di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (30/11/2010).
Menurut Mahfud, baik pendapat SBY maupun Sultan dinilainya sama-sama sudah konstitusional. Pasal 18 ayat (4) menyatakan gubernur, bupati dan wali kota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
Sedangkan dalam pasal 18 B Undang-Undang Dasar 1945 memberikan keistimewaan untuk Yogyakarta. Di pasal tersebut dinyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
"Saya hanya ingin mengatakan dua-duanya mempunyai pandangan konstitusional yang harus dihormati," jelasnya.
Selain itu, lanjut Mahfud, ada 5 daerah di Indonesia ini, yang sekarang sudah disetujui didalam prolegnas yang disebut daerah khusus dan istimewa. Aceh khusus, karena kekhususannya disana berlakunya syariat dalam batas tertentu. Jakarta kekhususannya karena dalam hal dia Ibukota. Lalu Bali, karena daerah pariwisata. Daerah istimewa Yogyakarta karena warisan sejarah. Misalnya suatu saat Batam, Kepulauan Riau bisa jadi daerah khusus di kawasan industri itu bisa. Karena itulah, Mahfud menjelaskan silakan kedua belah pihak memperdebatkan hal tersebut di hadapan parlemen secara terbuka.
http://nasional.kompas.com/read/2010...endum.di.Yogya
-----------------
Istana: Jangan Terlalu Cepat Merespons SBY
Senin, 29 November 2010 , 11:31:00 WIB
RMOL. Pihak Istana Negara menyesalkan polemik di tengah masyarakat yang timbul menyusul pernyataan Presiden Yudhoyono terkait keistimewaan Jogjakarta. Presiden SBY menegaskan, tidak mungkin Indonesia menerapkan sistem monarki, karena akan bertabrakan baik dengan konsitusi maupun nilai demokrasi.
Staf Khusus Presiden bidang Informasi dan Komunikasi, Heru Lelono, menyampaikan, publik terlalu cepat memberikan tanggapan atas pernyataan Presiden. Padahal, apa yang disampaikan SBY adalah konsep yang dibicarakan pemerintah yang menampung semua masukan-masukan yang ada termasuk tentang keistimewaan Jogjakarta.
Dalam penyusunan RUU tentang Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), kata Heru, pemerintah berupaya mempertemukan kerangka sistem nasional sesuai konstitusi dengan keistimewaan Yogyakarta yang harus dihormati.
"Ada yang bilang Presiden tidak tahu tata negara dan Presiden tidak tahu sejarah. Apakah mereka yang mengatakan itu sudah buka UU? Keistimewaan Jogja ini kan diminta Presiden kepada Mendagri untuk membahas bersama DPR. Apakah sudah ada keputusan? Pengamat terlalu cepat memberikan pernyataan," ujar Heru kepada Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Senin, 29/11).
Apa yang dikatakan Presiden, lanjutnya, adalah konsep yang menampung semua masukan yang ada tentang keistimewaan Jogja.
"Bagaimana sekarang semua terwadahi, UUD terwadahi, keistimewaan juga terwadahi dan SBY meminta Mendagri membicarakan secara detail, asal jangan melanggar peraturan di atasnya yaitu UUD," tegas Heru.
Pihak Presiden menghargai semua pendapat yang menyusul. "Tapi, ini belum UU, kalau boleh kami sarankan pada para pengamat dan pada siapapun, ini baru pemikiran pemerintah jadi jangan terlalu cepat direspons," ucapnya.
Heru menegaskan, tidak perlu ada klarifikasi dari Presiden atas pernyataannya yang dianggap kontroversial itu, dan bahkan sempat ditanggapi Sultan Hamengkubowono X dengan kesediaan mundur dari jabatan Gubernur DIY bila dianggap menghambat penataan DI Jogjakarta sistem pemeritahan nasional.
"Silakan Pak Sultan berpendapat, ini negara demokrasi," ungkap Heru.
Masih menurutnya, yang paling berkompeten untuk menjelaskan rancangan keistimewaan Jogja adalah Mendagri Gamawan Fauzi.
"Mendagri itu yang paling tahu soal ketatanegaraan. Dia saya kira sudah cukup komunikatif," pungkas Heru.
http://www.rakyatmerdeka.co.id/news.php?id=10686
UP-DATE
Rabu, 1 Desember 2010
SBY Jelaskan RUU Keistimewaan Yogya
JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan memberikan penjelasan menyeluruh kepada seluruh masyarakat Indonesia mengenai latar belakang serta maksud dan tujuan keberadaan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (RUUK DIY). Penjelasan dari Presiden diharapkan bisa memberikan pemahaman yang komprehensif kepada masyarakat, termasuk masyarakat Yogyakarta.
Penjelasan sesuai rencana disampaikan melalui pers pada Kamis (2/12/2010) di Kantor Presiden, Kompleks Istana, Jakarta. Demikian disampaikan Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi kepada Kompas saat dihubungi di Jakarta, Selasa (30/11/2010) malam. "Penjelasan dari Presiden diharapkan bisa memberikan pemahaman yang komprehensif kepada masyarakat, termasuk masyarakat Yogyakarta," tandas Sudi.
Ditanya pokok-pokok apa yang akan disampaikan Presiden, Sudi menjawab, "Pokoknya, menyeluruh dan komprehensif sehingga bisa menjelaskan seluruhnya dan tidak sepotong-potong diterimanya". Sebelumnya, Presiden Yudhoyono menjelaskan mengenai sistem monarki dan prospek demokrasi saat rapat terbatas, Jumat pekan lalu.
http://nasional.kompas.com/read/2010...timewaan.Yogya.
Ketua MK:
Polemik Daerah Istimewa, dua-duanya mempunyai pandangan konstitusional yang harus dihormati. Jangan Ada Referendum di Yogya karena tak ada dasar konstitusionalnya'
Selasa, 30 November 2010 | 19:58 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Polemik silang pendapat antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Sri Sultan Hamengku Buwono X yang menyoal keistimewaan Yogyakarta diharapkan jangan sampai titik referendum. Sebab, hal tersebut dianggap inkonstitusional.
"Jangan terlalu jauh untuk referendum. Malah tidak ada dasar konstitusionalnya kalau referendum," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD saat ditemui di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (30/11/2010).
Menurut Mahfud, baik pendapat SBY maupun Sultan dinilainya sama-sama sudah konstitusional. Pasal 18 ayat (4) menyatakan gubernur, bupati dan wali kota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
Sedangkan dalam pasal 18 B Undang-Undang Dasar 1945 memberikan keistimewaan untuk Yogyakarta. Di pasal tersebut dinyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
"Saya hanya ingin mengatakan dua-duanya mempunyai pandangan konstitusional yang harus dihormati," jelasnya.
Selain itu, lanjut Mahfud, ada 5 daerah di Indonesia ini, yang sekarang sudah disetujui didalam prolegnas yang disebut daerah khusus dan istimewa. Aceh khusus, karena kekhususannya disana berlakunya syariat dalam batas tertentu. Jakarta kekhususannya karena dalam hal dia Ibukota. Lalu Bali, karena daerah pariwisata. Daerah istimewa Yogyakarta karena warisan sejarah. Misalnya suatu saat Batam, Kepulauan Riau bisa jadi daerah khusus di kawasan industri itu bisa. Karena itulah, Mahfud menjelaskan silakan kedua belah pihak memperdebatkan hal tersebut di hadapan parlemen secara terbuka.
http://nasional.kompas.com/read/2010...endum.di.Yogya
-----------------